Tugas 3 Review Jurnal

 

Nama: Ronald Alfi Fario

NPM: 202046500237

Kelas: R4D

Tugas: Review Jurnal

 

Judul Jurnal 1: Semiotika Analisis Tanda Pada Karya Desain Komunikasi Visual

Penulis jurnal: Sumbo Tinarbuko

Tanggal terbit jurnal: 2004-08-19

Volume: Vol 5 No 1 ( 2003 ): JANUARY 2003

Analisis: Pembahasan karya-karya Desain Komunikasi Visual dengan kajian semiotika akan menggunakan teori Pierce untuk melihat tanda pada karya desain komunikasi visual (ikon, indeks, simbol), teori Barthes untuk melihat kode: kode hermeneutik, kode semantik, kode simbolik, kode narasi dan kode kebudayaan, serta teori Saussure untuk melihat makna denotatif dan makna konotatif. Kemudian Judith Williamson dengan teori semiotika iklan terkait dengan peminjaman tanda dan kode sosial juga dimanfaatkan untuk memahami karya desain komunikasi visual yang menjadi contoh kasus dalam tulisan ini. Pada desain rambu karya Dodi Erfianto, mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta yang berjuluk ''Tambal Ban'' terpampang bentuk dasar kotak yang di dalamnya dilekatkan ikon ban dalam kendaraan bermotor yang sudah ditambal. Ikon ban lengkap dengan dopnya itu digambarkan separo bagian. Uniknya, Dodi menggunakan konsep parodi yang tentu saja mengundang senyum khalayak pemirsa. Ia menampilkan visualisasi ikon ban tambalan yang ditambal dengan plester obat luka sejenis handyplast. Karya Dodi ini terlihat meminjam kode narasi (proairetik) yang oleh Roland Barthes dikatakan sebagai sebuah kode yang mengandung cerita atau narasi perihal sebuah ban yang terluka oleh tindak kekerasan oknum paku yang secara tidak sengaja digilas oleh roda yang menjadi tempat berlindung  'sang ban dalam’ . Makna konotatif yang muncul, Dodi mencoba memberikan pengertian drama atau parodi pada objek yang dikenal sebagai "tambal ban". Dalam benak Dodi, sang pengemudi juga berduka ketika bannya terluka, karena ia terpaksa menuntun kendaraannya untuk diperbaiki.

Teori: Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif. Keberadaannya mampu menggantikan sesuatu yang lain, dapat dipikirkan, atau dibayangkan. Cabang ilmu ini semula berkembang dalam bidang bahasa, kemudian berkembang pula dalam bidang desain dan seni rupa. Ferdinand de Saussure merumuskan tanda sebagai kesatuan dari dua bidang yang tidak bisa dipisahkan - seperti halnya selembar kertas - yaitu bidang penanda (signifier) atau bentuk dan bidang petanda (signified): konsep atau makna. Merujuk teori Pierce, maka tanda-tanda dalam gambar dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotik. Di antaranya: ikon, indeks dan simbol. Ikon adalah tanda yang mirip dengan objek yang diwakilinya. Dapat pula dikatakan, tanda yang memiliki ciri-ciri sama dengan apa yang dimaksudkan.

 

Kesimpulan dalam jurnal: Dalam konteks ini, eksplorasi semiotika sebagai metode kajian berbagai cabang ilmu desain komunikasi visual dimungkinkan karena adanya tren melihat berbagai wacana sosial sebagai fenomena linguistik. Artinya, bahasa adalah Model dalam berbagai wacana sosial. Dari sudut pandang semiotik ini, jika Sebuah praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena linguistik, maka semuanya sertakan karya desain komunikasi visual yang juga dapat dilihat sebagai tanda tanda.

 

Judul Jurnal 2: Pengajaran Kritik Seni Kontemporer melalui Pendekatan Semiotika

Penulis Jurnal: Sumarwahyudi

Tanggal Terbit Jurnal: April 2021

Volume: Vol 1, No 1 ( 2021 )

 

Analisis: Semiotika, yang dibangun di atas pemahaman teori dusta, merupakan pintu gerbang untuk memahami teori kemampuan pengujian interpretatif. Semiotika mengacu pada ilmu tanda atau The Science of Signs. Maka upaya utama dari penelaah tanda adalah menggali adanya suatu simpul yang memiliki isyarat untuk melepaskannya sehingga kebohongan (kebohongan) menjadi kebenaran. Alih-alih menilai kebohongan, periksa lebih jelas apa yang sebenarnya dibohongi. Umberto Eco berangkat dari teori semiotik dari sekolah Ferdinand de Saussure, terutama mengandalkan Charles Sanders Pierce. Dari sudut pandang pengulas simbol, sumber masalah dapat dipahami dari ilmu menafsirkan simbol. Ferdinand de Saussure mengatakan bahwa logo itu seperti selembar kertas. Dengan spidol di satu sisi dan spidol di sisi lain, kertas itu sendiri adalah tandanya. Charles Sanders Peirce berpandangan bahwa tanda atau representamen (representament) adalah sesuatu yang bagi seseorang mengantikan (stands for) sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitasnya. Sesuatu yang lain itu – dinamakan sebagai interpretan (interpretant) dari tanda yang pertama pada gilirannya mengacu pada objek (object).

Teori: Semiotik digunakan sebagai alat untuk memahami karya seni, maka bisa dilihat bahwa sifat semiotik terhadap karya seni berfungsi dalam dua cara, pertama karya seni dilihat sebagai suatu tanda yang komunikatif dan kedua sebagai sebuah struktur yang otonom. Pertama, karya seni merupakan parole (manifestasi ujaran yang aktual dalam suatu sistem tertentu), aspek ini terikat suatu konvensi, bahasa dan budaya. Kedua, sebuah karya seni dapat dilihat sebagai: (1) artefak yakni signifier, penanda, (2) objek estetik yang ada dalam kesadaran sosial dan berfungsi sebagai makna, yakni signified, aspek referensial tanda.

Kesimpulan dalam jurnal: Teori dusta dapat dipahami dalam konteks semiotika (bukan dusta dalam arti negatif) seperti yang dipahami dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kebohongan. Teori dusta dalam konteks semiotik merupakan hasil dari proses semiotik (makna), sebuah proses yang menggabungkan entitas representasional dengan objek. Dalam proses simbolis ini, representasi baru terus-menerus dibuat, seperti yang ditunjukkan pada diagram hubungan terner dari iklan shower gel lifebuoy di atas. Semua produk budaya, sesulit apapun bentuk visualnya, dapat dipahami (Uhi, 2016), salah satunya dengan menggunakan teori semiotika ini. Tentu saja, makna membaca sebuah produk budaya bukanlah kebenaran mutlak dari satu makna, tetapi lebih banyak penjelasan dan penjelasan. Setiap orang yang melihat atau membaca sebuah karya seni tentunya berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya masing-masing.

 

Judul Jurnal 3: Analisis Semiotik Charles Sander Pierce Tentang Taktik Kehidupan Manusia: Dua Karya  Kontemporer Putu Sutawijaya

Penulis Jurnal: Muhammad Wasith Albar

Tanggal terbit jurnal: 2018 – 10 -15

Volume: Vol. 13 No.2 ( 2018 ): Lensa Budaya: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Budaya

 

Analisis: Pengertian kontemporer dalam dunia seni rupa berbeda dengan terminologi kontemporer dalam ilmu sejarah. Pengertian kontemporer dalam ilmu sejarah bermakna antara pelaku dengan penulis sejarah (historiografi), sama-sama pernah mengalami peristiwa yang dikisahkan (mengalami sezaman). Kedua, kontemporer adalah masa kini yang begitu dekat dengan pelaku atau penulis sejarah. Namun sebaliknya, kontemporer dalam dunia seni rupa tidak terikat dengan waktu yang begitu ketat seperti dalam ilmu sejarah. Kontemporer bukanlah sebuah genre, tapi lebih kepada sebuah penandaan terhadap substansi ekpresi yang dikemukakan oleh senimannya.

Untuk mempertajam pembacaan seni kontemporer Putu Sutawijaya, peneliti mengkaitkan dengan metode strukturis Chistopher Llyod (1993). Metode ini dipakai dengan harapan akan memperoleh kedalaman interpretasi (I) dari tanda-tanda (T) dan obyek (O) yang dipakai untuk mengekspresikan luapan pikiran (kognisi) yang ada dari berbagai pengalamannya. Seperti obyek (O) Laki-laki memegang garpu secara serius dengan kecepatan mendorong ke depan hingga seluruh bentuk rambut lurus ke belakang. Tangankiri mengarahkan kesasaran tujuan, sementara tangan kanan mendorong. Dan obyek (I) Seorang laki-laki (suami) dengan ekpresi serius dengan teriakan (secara sungguh-sungguh dengan berjibaku), harus mampu mengatur strategi dengan mengambil keputusan taktik yang tepat dalam mencari nafkah (kapan garpu itu menusuk lebih dalam). Sedangkan obyek (T) adalah sebuah tanda.

Teori: Semiotik akan digunakan untuk mencermati tanda-tanda visual (a language of visual signs) yang terdapat pada karya Putu Sutawijaya. Menurut Marcel Danesi (2010), metode semiotik dicirikan dengan dua prosedur penelitian utamanya, yaitu penelitian sejarah (untuk mendapatkan sumber; Heuristik), dan interpretasi (meminjam konsep ilmu sosial yang relevan). Untuk membaca obyek visual karya seni Putu Sutawijaya, peneliti akan menggunakan pendekatan semiotik triadik (tiga elemen dasar) dari Charles Sander Pierce, yaitu representasi (tanda = T; sesuatu), obyek (O; sesuatu dalam kognisi manusia), dan interpretasi (I; proses penafsiran). Menurut Pierce, kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari tanda, dan tanda senantiasa memiliki muatan makna. Selanjutnya makna memiliki muatan pesan sebagai komunikasi kepada audiensi/ apresiator obyek visual (karya seni kontemporer Putu Sutawijaya)

Kesimpulan dalam jurnal: Walaupun terlahir sebagai generasi millenial, dengan cara berfikir linier maka sosok Putu Sutawijaya sangat mengagumi dan menghormati norma adat istiadatnya. Ini terbukti dari dua karyanya. Dua karya (Survive dan Pohon Kehidupan), seakan memberikan tuntunan kepada kita bahwa pertarungan kehidupan yang berkarakter survival of fightness (pertarungan hidup mati) dengan norma homo homoni lupus, siapa yang lemah akan dimakan yang lebih kuat, ternyata tidak begitu saja terjadi. Jika seseorang berkemauan dan berkemampuan untuk merapatkan barisannya pada level mikro, dia harus menyiapkan bangunan kokoh sikap integrasi yang ketat sebagaimana filosofi garpu-sendok di atas, sebagaimana ekpresi karya, Survive 1 dan 2 (2017). Ketika filosofi garpu-sendok sudah dijadikan Mandala of life berlandaskan ajaran Weda (sebagaimana Putu pengikut agama Hindu yang puritan) dengan menjunjung tinggi ajaran Tri Hita Karana (hubungan antara manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam sekitar).

 

Komentar

Postingan Populer